Selasa, 08 September 2015

Ketika Pesawat Kertas itu Belum Sampai

Seorang anak ingin menerbangkan pesawat kertas buatannya. Dia berharap pesawat itu tepat sasaran. Begitu pula dengan kita yang mempunyai ambisi, cita-cita, masa depan yang diinginkan, dll. Kita ingin menerbangkan cita-cita itu lalu berharap semoga cita-citanya tepat sasaran. Namun apa yang terjadi kalau tidak/belum tepat sasaran?

Inilah yang terjadi pada diriku... aku yang punya cita-cita yang tinggi yang punya waktu terbatas harus bersabar menghadapi kenyataan. Semula berawal dari pengumuman SBMPTN dan aku engga lolos. Aku hanya bisa nangis 3 jam di kamar sambil memikirkan : masa harus seperti ini sih? masa harus ngulang harus nunda.... aku engga punya waktu banyak. Mengapa aku bilang engga punya waktu banyak? Karena aku engga sabar. Bayangin ketika harus ngulang SBMPTN taun depan berati harus "vakum" dulu. Ketika yang lain sudah lulus kuliah aku baru sibuk skripsi blablablala. Apalagi jurusan yang aku inginkan langka, langka banget : Geografi karena aku anak saintek. Bayangin, nyoba geografi aja engga lolos apalagi yang lain? :'(

Mau engga mau aku ikut UM yang dipilihkan ortu dengan jurusan yang kurang srek bagiku. Hasilnya : engga ada yang diterima. Ya kecewa. Tiap hari kerjaannya cuma nangis. Selama musim ospek aku engga mau buka sosmed.... baperrr. Aku sedih banget... Padahal aku tiap hari selalu shalat malam setengah jam berdoa terus kemudian paginya aku shalawat tapi hasilnya nihil... sementara tetangga aku, dia shalat malam juga akhirnya diterima di UI. Kurang nyesek apa coba?

Akhirnya aku kuliah di swasta... malu? malu banget. Apalagi aku milih jurusan yang tidak sesuai dengan hatiku. Bingung aku kalau ketemu orang di jalan terus ditanya kuliah rasanya malu banget. Apalagi kalo sampai bilang "engga apa apakan kuliah di swasta?" aku cuma bisa nyengir :"

Suatu hari aku pergi ke Gramed buat cari pencerahan. Aku engga mau sedih seperti ini terus. Kemudian aku baca bukunya dan.... Subhanallah, banyak banget pencerahan dari buku itu. Aku baca buku itu sampai habis di Gramed. Kalo waktunya harus pulang ya pulang besoknya balik ke Gramed lagi wkwk. Waktu itu aku sampe bolak-balik Gramed 3x... cuman numpang baca buku itu.

"Ketika kita punya masalah, pikirkan dengan jernih agar kita bisa menyelesaikan masalah tersebut. Begitu pula jika tidak lolos SBMPTN. Jangan berkecil hati. Teruslah semangat seperti waktu SBMPTN."

Sejak itu aku mulai buka buku-buku SMA lagi terus mulai atur strategi agar setahun ini nilai IPK (IP atau IPK ga tau istilahnya wkwk) aku tetep tinggi walaupun harus belajar SBMPTN mati-matian. Plus tugas-tugas yang sedikit tapi memakan waktu berjam-jam. Aku mulai mengubah cara belajar 180 derajat yang engga comfort zone lagi. Kan engga mau kuliah di tempat dan jurusan yang engga disukai. Engga bakal menikmati lah :/

Tapi yang membuatku mikir-mikir ikut SBMPTN lagi adalah : alumninya ada yang diterima kerja di tempat yang aku inginkan (read : Dubai). Dari dulu aku ingin sekali ke sana. Bangunannya yang kece-kece, penduduk yang lengkap mulai dari timur bumi sampai barat bumi ada di sana, menikmati panasnya matahari (?). Tapi aku sadar buat apa capek kuliah dan kerja kalau hati engga bisa menikmatinya.

Tapi kembali lagi, Allah punya rencana yang indah untuk hidupku.

Apa yang baik bagi kita belum tentuk baik bagi Allah. Apa yang tidak baik bagi kita belum tentu tidak baik bagi Allah. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Walaupun Allah Maha Mengatur, kita diberi kesempatan untuk memilih takdir kita. Kita mau jadi dokter kah atau bos perusahaan kah. Kita harus memanfaatkan kesempatan itu sebaik mungkin. Jika plan A engga jalan, mungkin plan B baru manjur. Atau C/D/Z sekalipun. Ketika pesawat kertas itu belum sampai, pilih : membuat pesawat baru yang lebih bagus atau membiarkannya jatuh di tempat entah berantah sesuai angin yang membawanya

*Maaf kalau agak tidak dimengerti hehe*