Sabtu, 03 Maret 2018

Sefrekuensi karena Saudara

Suatu hari, saya mendatangi suatu majelis ilmu yang berada di Kabupaten Klaten. Di sana, peserta diminta untuk menghafal surat At-Taubah 111-112 serta beberapa tugas esai lainnya. Selama acara tersebut, kami dilarang menggunakan kata ganti orang pertama (saya, aku, ane, dll). Di sinilah cerita kami (para peserta) dimulai

Saat sesi diskusi masalah-masalah umat di fakultas selama ini, kami sering mengucap kata "aku" dan "saya". Begitu juga saat sesi sharing. Terkadang, panitia sering memancing kami untuk mengatakan yang terlarang tersebut. Alhasil, kami mendapat hukuman push up 201x (ini serius ya). Hukuman ini akumulasi dari penggunaan kata terlarang tersebut dan beberapa kesalahan klasik lainnya.

Sewaktu saya kembali ke Solo, saya masih terngiang-ngiang acara melelahkan nan seru tersebut. Saya teringat kata salah satu panitia "Kalian itu bukan bersepuluh (saat itu yang ada 10 orang) tapi kalian satu". Saya merasa ada kekeluargaan di antara peserta. Terlebih, saya teringat salah satu potongan arti surat At-Taubah : 111 = "Sesungguhnya Allah membeli orang-orang mukmin diri dan harta dengan surga......". Serta potongan ayat berikutnya bahwa salah satu orang mukmin itu adalah orang yang menyeru amal ma'ruf dan mencegah pada yang mungkar.

Ya, tujuan dari acara tersebut adalah selain mempererat ukhuwah kami, kami mendapat motivasi untuk terus bersemangat untuk berdakwah. Hal yang baru aku sadari adalah kami semua mempunyai frekuensi yang sama. Frekuensi untuk saling mengingatkan dan saling motivasi untuk berdakwah di lingkungan kami. Meskipun jalan kami berat, medan tersebut terasa lebih ringan karena kita bergerak bersama-sama. Bersama puluhan mahasiswa dan mahasiswi muslim yang Insya Allah akan mendampingi kami selama satu tahun.


Kab. Klaten, 17-18 Februari 2018
Attiya Nur Amalina
Sekretaris Bidang di suatu lembaga dakwah fakultas dengan tagline "Karena Kita Saudara"

Sabtu, 13 Januari 2018

Tujuan dan Profesionalitas Dalam Berorganisasi

Dua bulan lalu, saya mewawancara beberapa adek tingkat dalam rangka kepanitiaan suatu acara besar. Bisa dikatakan dalam rangka Dies Natalis kampus dengan interval tujuh bulan ke depan. Saat itu saya bertanya alasan mereka. Mereka menjawab ingin mencari pengalaman dan relasi. Apakah alasan mereka salah?

Sebetulnya, alasan tersebut sah-sah saja.  Mencari relasi merupakan hal yang baik. Bagaimana dengan mencari pengalaman?

Suatu hari lain, saya bertemu dengan kakak tingkat saya yang sudah banyak seluk beluk di beberapa lembaga. Dia berpesan kepada saya :

"Jangan ikut organisasi hanya sampai event tertentu saja. Ikutlah suatu organisasi untuk bermanfaat kepada orang lain."

Kakak tingkat tersebut mengucapkan hal yang sama yang kedua kalinya kepada saya dan teman-teman saat masa demisioner.

Beberapa bulan lalu, saya bertemu dengan kakak tingkat lain yang juga mempunyai jabatan organisasi yang sangat mantap. Dia berpesan kepada saya :

"Kalian jangan ikut organisasi karena cari pengalaman. Ingat ga pepatah "Jangan bertanya apa yang bisa kamu dapetin dari negaramu. Tetapi bertanya apa yang bisa kamu berikan ke negaramu" "

Sejauh saya mengikuti organisasi selama satu periode dan pengalaman teman-teman di tempat lain, banyak fenomena suatu keaktifan pengurus hanya pada awal saja. Saat mau demisioner banyak anggota yang hilang entah di mana. Entah mereka sudah terlalu jenuh atau punya kesibukan lain (saya adalah salah satunya wkwkwk). Menurut saya, hal ini karena kembali pada tujuan mereka di organisasi atau lembaga. Mereka berfikir ya sudah hanya mencari pengalaman. Sehingga rasa kebermanfaatan di organisasi kurang. Hal ini berpengaruh pada sikap profesional anggota di organisasi. Mereka hanya bekerja maksimal hanya di awal saja.

Maka dari itu, ikut organisasi dengan tujuan mencari pengalaman itu baik. Tetapi, ketika sudah resmi menjadi anggota, pikirkan atau tambahkan lagi tujuan ikut organisasi. Karena untuk bertahan sampai akhir tidaklah mudah :)

Untuk kalian yang berencana ikut organisasi atau lembaga atau UKM atau apapun kegiatannya, ingat kalimat kalimat tadi :

- Jangan bertanya apa yang bisa kamu dapetin dari lembagamu. Tetapi bertanya apa yang bisa kamu berikan ke lembagamu -



(tulisan ini merupakan lanjutan cerita sebulumnya)

Minggu, 22 Oktober 2017

Beberapa Kesalahan dalam Organisasi

Aktif di organisasi merupakan hal spesial bagi beberapa orang. Sebagian orang berpikir bahwa berorganisasi dapat meningkatkan eksistensi di lingkungannya. Namun, banyak orang yang menyalahgunakan suatu kepercayaan yang telah diberikan kepadanya. Berorganisasi memang banyak tantangan. Namun, hal ini dapat meningkatkan softskill jika dilakukannya dengan baik. Berikut kesalahan-kesalahan dalam organisasi yang sering terjadi.

1. Miskomunikasi

Miskomunikasi sangat sering terjadi. Hal-hal yang menyebabkan miskomunikasi adalah : tidak terbuka dengan rekan kerjanya, tidak mau memberitahu masalah ke orang lain, kurangnya aktif di organisasi, dan lain-lain. Salah satu cara mencegah miskomunikasi adalah sering diskusi dengan teman kerjanya.

2. Alasan masuk organisasi

Ketika ditanya mengapa masuk organisasi, jawabannya adalah mencari pengalaman/sofskill, agar sibuk, dsb. Alasan-alasan itu tidak salah. Tetapi, jika orang berorganisasi karena pernyataan itu, hasilnya tidak maksimal. Berorganisasi adalah bagaimana kamu menurunkan egomu, mengorbankan waktu dan tenagamu untuk mengabdi. Ulasan lebih jauh akan diceritakan di postingan berikutnya

3. Lari dari tanggung jawab

Banyak orang yang tidak amanah karena ada hal penting lain yang harus diselesaikan. Sehingga, amanah yang sudah diberi dengan sangat yakin itu menjadi sia-sia. Jika hal itu terjadi, sebaiknya kita delegasikan (?) tugas tersebut kepada orang yang kita percaya, namun tidak berarti meninggalkan tanggung jawab. Contoh : seorang ibu yang harus bekerja dari pagi hingga malam. Sehingga, beliau tidak bisa merawat anaknya dengan baik. Akhirnya, Sang Ibu menitipkan anaknya ke saudara terdekat hingga Sang Ibu selesai bekerja.

Orang yang lari dari tanggung jawab merupakan orang yang bermental rendah.

Ciri-ciri yang lari dari tanggung jawab :
a. Melemahkan diri sendiri
b. Sering mengajukan berbagai alasan
c. Suka mencari pembenaran terhadap kesalahan sendiri
d. Beralasan terhadap sesuatu yang penting dengan berbagai kesibukan
e. Sering melemahkan orang lain
f. Sering menyepelekan orang lain

4. Ingin dipahami, bukan ingin memahami

Ada yang mengatakan "Generasi madesu (masa depan suram) adalah generasi yang ingin dipahami, bukan ingin memahami". Hal ini sering terjadi kepada orang yang sangat "nafsu" pada eksistensi. Berambisi menjadi ketua. Padahal, orang yang sukses di organisasi ialah orang yang sangat tulus berbagi melewati organisasi.

Itulah beberapa hal yang sering terjadi dalam suatu organisasi. Terkadang hal-hal ini yang membuat beban bertambah pada rekan organisasi lainnya. Empat poin tersebut berdasarkan pengalaman-pengalaman penulis saat berorganisasi. Semoga postingan ini membuat kita lebih bijak menyikapi masalah-masalah di suatu organisasi. 

Selasa, 28 Maret 2017

Belajar Ilmu Material Yuk!

Dosen aku pernah bertanya dalam suatu kuliah :

"Mengapa sekarang banyak lulusan teknik di Indonesia tapi Indonesia belum maju juga? Kalian harus cari tau sendiri."

Pertanyaan yang menarik. Bayangkan saja, setiap tahun satu perguruan tinggi saja pasti meluluskan puluhan hingga ratusan sarjana teknik (anggap saja rata-rata satu angkatan jurusan teknik tiap perguruan tinggi sekitar 50 hingga 250 orang (ini hitungan asal-asalan yak)). Belum dikali dengan ratusan perguruan tinggi se-Indonesia yang terdiri dari sekolah tinggi, akademi, universitas, dan institut. Ada ribuan sarjana teknik baru setiap tahun di Indonesia. Tetapi mengapa Indonesia belum maju? Kalah dengan negara-negara di Eropa yang penduduknya lebih sedikit tapi sudah mampu membuat mesin sejak abad ke 18.

Menurutku (menurut banyak orang juga), teknologi di Indonesia belum terasah karena perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia masih sangat minim. Ilmuwan di Indonesia masih sedikit. Selain itu, riset mengenai teknologi masih kurang. Dari semua teknologi seperti mobil, robot, dan lain-lain. Ada satu ilmu penting yang perlu dipelajari, yaitu ilmu material. Semua benda di sekitar kita dibuat dari suatu material, kan? Laptop, mobil, robot, macam-macam. Berkat perkembangan ilmu material juga dapat membuat bangunan lebih kuat, efisien waktu pembuatan, dan lebih cepat.

Material juga dapat menciptakan energi ramah lingkungan, lho. Contohnya adalah sel surya. Indonesia yang setiap hari mendapatkan panas matahari setiap hari masih jarang menggunakan sel surya (memang satu panel saja harganya mahal banget). Mengapa kita tidak mengembangkan sel surya? Mungkin kita bisa mengembangkan sel surya yang harganya lebih murah. Indonesia kalah dengan India yang sudah mempunyai mega proyek sel surya.

Selain itu, material juga mempelajari partikel yang sangat sangat kecil, yaitu nano teknologi. Aku tidak bisa menjelaskan lebih detail. Aku ada satu video yang sangat menarik tentang Nano teknologi.



Dengan nano teknologi, suatu barang murah bisa menjadi barang mahal, bahkan lebih mahal daripada mobil.

Di Indonesia riset mengenai material masih belum populer. Amino masyarakat mempelajari ilmu material masih sedikit. Di Indonesia masih jarang ada prodi material. Namun di jurusan fisika ada peminatan fisika material yang mendalami partikel-partikel dalam suatu materi. Di Fakultas teknik ada Teknik material. Ayuk belajar material untuk Indonesia yang lebih baik!

Minggu, 04 September 2016

Masalah Plastik



Indonesia berada di peringkat kedua dunia penghasil sampah plastik ke laut yang mencapai 187,2 juta ton, setelah Tiongkok sebesar 262,9 juta ton. Sementara, Filipina berada di urutan ketiga dengan jumlah sampah plastik ke laut mencapai 83,4juta ton, disusul Vietnam menghasilkan sampah 55,9 juta ton, dan Sri Lanka sebanyak 14,6 juta ton per tahun.
 
Di Indonesia, penggunaan plastik marak terjadi terutama di pusat pembelajaan. Satu pengunjung menggunakan plastic rata-rata empat kantong plastik setiap kali belanja. Jika setiap pusat belanja dikunjungi kisaran 200 ribu setiap hari maka akan ada ratusan ribu plastik yang akan terbuang. Itu pun baru satu pusat belanja. Jika kita totalkan seluruh mal di Indonesia, maka ada sekitar 1.000.000 plastik yang terbuang setiap hari di Indonesia. Jumlah itu belum termasuk plastik dari toko-toko kecil di Indonesia. Menurut catatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK),  sampah plastik dari 100 toko atau Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) dalam waktu satu tahun saja sudah mencapai  10,95 juta lembar atau setara dengan 65,7 hektare kantong plastik atau sekitar 60 kali luas lapangan sepak bola.

Mengapa plastik menjadi masalah?

Kantong plastik terbuat dari polyethene (PE), suatu bahan thermoplastic yang lebih dari 60 juta ton bahan ini diproduksi setiap tahun di seluruh dunia terutama menjadi kantong plastic. Untuk memproduksi 1 ton plastik diperlukan 11 barel minyak mentah (BBM).

Plastik banyak digunakan karena bersifat murah, tahan air, ringan, serta praktis. Namun, plastik akan hancur dalam waktu 500-1000 tahun kedepan sehingga plastik tidak hanya merusak keindahan kota dan menyebabkan banjir tetapi juga dapat membunuh binatang karena plastik tersangkut di pencernaan hewan.

Solusi untuk masalah plastik
Menggunakan plastik ramah lingkungan merupakan salah satu solusi masalah plastik. LIPI mengembangkan plastik ramah lingkungan berbahan dasar biodegradable polymer. Feris Firdaus, Sri Mulyaningsih, dan Endang Darmawan dari DPPM (Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Red) Universitas Islam Indonesia (UII) Jogjakarta meneliti plastik kemasan yang ramah lingkungan dan dari renewable resources.

Riset yang berlangsung sejak awal 2006 itu adalah riset pengembangan bahan plastik baru yang dapat hancur dan terurai dalam lingkungan. Dengan kata lain, ini merupakan salah satu alternatif memecahkan masalah penanganan sampah plastik. 

"Plastik biodegradable dari pati singkong dan khitosan ini menjadi salah satu alternatif bahan pembungkus. Selain ramah lingkungan karena mudah terurai, juga memiliki karakteristik awet dan tahan hingga bulan ke-3 dari pemakaian," tandas Feris, peneliti muda bidang kimia material dan komposit andalan DPPM UII itu.Bahan ini berasal dari pati singkong dan khitosan. Bahan khitosan berasal dari limbah cangkang udang dan crustacea lainnya. Oleh karena itu, bahan ini lebih murah serta lebih cepat hancur daripada plastik biasa. 

BATAN juga mengembangkan plastic ramah lingkungan dengan teknologi nuklir. Radiasi gamma dan berkas elektron dapat digunakan untuk membuat bahan baku pembuatan plastik dari bahan kopolimer yang mudah diurai oleh alam dalam waktu yang lebih singkat daripada plastik biasa (terurai dalam waktu 2-6 bulan). Proses pembuatannya bersifat sederhana, aman, dan bersih. Bahan ini tidak bersifat radioaktif sehingga aman digunakan.

Pengembangan plastik ramah lingkungan tidak hanya dilakukan BATAN dan LIPI. Kini banyak institusi turut mengembangkan plastik ramah lingkungan. 

Berlakukan harga plastik bisa menjadi solusi untuk masalah ini. Fakta di lapangan ketika diberlakukan harga plastik beberapa bulan lalu di Jakarta dan sekitarnya, pengunjung pusat belanja membawa plastik dari rumah atau menggunakan bahan lain seperti kardus untuk membawa hasil belanja. Hal ini disayangkan jika hal ini tidak diberlakukan kembali.


http://poskotanews.com/2016/03/08/batan-luncurkan-plastik-ramah-lingkungan/

Selasa, 08 September 2015

Ketika Pesawat Kertas itu Belum Sampai

Seorang anak ingin menerbangkan pesawat kertas buatannya. Dia berharap pesawat itu tepat sasaran. Begitu pula dengan kita yang mempunyai ambisi, cita-cita, masa depan yang diinginkan, dll. Kita ingin menerbangkan cita-cita itu lalu berharap semoga cita-citanya tepat sasaran. Namun apa yang terjadi kalau tidak/belum tepat sasaran?

Inilah yang terjadi pada diriku... aku yang punya cita-cita yang tinggi yang punya waktu terbatas harus bersabar menghadapi kenyataan. Semula berawal dari pengumuman SBMPTN dan aku engga lolos. Aku hanya bisa nangis 3 jam di kamar sambil memikirkan : masa harus seperti ini sih? masa harus ngulang harus nunda.... aku engga punya waktu banyak. Mengapa aku bilang engga punya waktu banyak? Karena aku engga sabar. Bayangin ketika harus ngulang SBMPTN taun depan berati harus "vakum" dulu. Ketika yang lain sudah lulus kuliah aku baru sibuk skripsi blablablala. Apalagi jurusan yang aku inginkan langka, langka banget : Geografi karena aku anak saintek. Bayangin, nyoba geografi aja engga lolos apalagi yang lain? :'(

Mau engga mau aku ikut UM yang dipilihkan ortu dengan jurusan yang kurang srek bagiku. Hasilnya : engga ada yang diterima. Ya kecewa. Tiap hari kerjaannya cuma nangis. Selama musim ospek aku engga mau buka sosmed.... baperrr. Aku sedih banget... Padahal aku tiap hari selalu shalat malam setengah jam berdoa terus kemudian paginya aku shalawat tapi hasilnya nihil... sementara tetangga aku, dia shalat malam juga akhirnya diterima di UI. Kurang nyesek apa coba?

Akhirnya aku kuliah di swasta... malu? malu banget. Apalagi aku milih jurusan yang tidak sesuai dengan hatiku. Bingung aku kalau ketemu orang di jalan terus ditanya kuliah rasanya malu banget. Apalagi kalo sampai bilang "engga apa apakan kuliah di swasta?" aku cuma bisa nyengir :"

Suatu hari aku pergi ke Gramed buat cari pencerahan. Aku engga mau sedih seperti ini terus. Kemudian aku baca bukunya dan.... Subhanallah, banyak banget pencerahan dari buku itu. Aku baca buku itu sampai habis di Gramed. Kalo waktunya harus pulang ya pulang besoknya balik ke Gramed lagi wkwk. Waktu itu aku sampe bolak-balik Gramed 3x... cuman numpang baca buku itu.

"Ketika kita punya masalah, pikirkan dengan jernih agar kita bisa menyelesaikan masalah tersebut. Begitu pula jika tidak lolos SBMPTN. Jangan berkecil hati. Teruslah semangat seperti waktu SBMPTN."

Sejak itu aku mulai buka buku-buku SMA lagi terus mulai atur strategi agar setahun ini nilai IPK (IP atau IPK ga tau istilahnya wkwk) aku tetep tinggi walaupun harus belajar SBMPTN mati-matian. Plus tugas-tugas yang sedikit tapi memakan waktu berjam-jam. Aku mulai mengubah cara belajar 180 derajat yang engga comfort zone lagi. Kan engga mau kuliah di tempat dan jurusan yang engga disukai. Engga bakal menikmati lah :/

Tapi yang membuatku mikir-mikir ikut SBMPTN lagi adalah : alumninya ada yang diterima kerja di tempat yang aku inginkan (read : Dubai). Dari dulu aku ingin sekali ke sana. Bangunannya yang kece-kece, penduduk yang lengkap mulai dari timur bumi sampai barat bumi ada di sana, menikmati panasnya matahari (?). Tapi aku sadar buat apa capek kuliah dan kerja kalau hati engga bisa menikmatinya.

Tapi kembali lagi, Allah punya rencana yang indah untuk hidupku.

Apa yang baik bagi kita belum tentuk baik bagi Allah. Apa yang tidak baik bagi kita belum tentu tidak baik bagi Allah. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Walaupun Allah Maha Mengatur, kita diberi kesempatan untuk memilih takdir kita. Kita mau jadi dokter kah atau bos perusahaan kah. Kita harus memanfaatkan kesempatan itu sebaik mungkin. Jika plan A engga jalan, mungkin plan B baru manjur. Atau C/D/Z sekalipun. Ketika pesawat kertas itu belum sampai, pilih : membuat pesawat baru yang lebih bagus atau membiarkannya jatuh di tempat entah berantah sesuai angin yang membawanya

*Maaf kalau agak tidak dimengerti hehe*

Minggu, 07 Juni 2015

Joki Tidak Baik untuk Diri Sendiri

Tes SBMPTN tanggal 9 Juni atau tinggal beberapa hari lagi. Sebagian peserta semakin sibuk dengan buku-buku SBMPTN mereka. Sebagian peserta lain sudah pasrah dengan keadaan *wkwk. Sebagian lagi stres karena mereka takut tidak dapat PTN. Bahkan, ada yang sampai ingin menggunakan jasa joki ke orang lain. Joki termasuk bentuk kecurangan, zalim. Joki tidak hanya merugikan peserta lain, tetapi juga bisa merugikan dirinya. Mengapa?

Saya punya cerita (pengalaman diri sendiri dan teman-teman). Waktu saya masih kelas 6, saya hanya murid biasa, pintar amat juga engga. Ingin masuk salah satu SMP negeri favorit di kota saya. Nilai UN saya standar, rata-rata 8 komaan. Beruntungnya karena SMP negeri waktu itu nambah kursi akhirnya saya bisa tembus SMP itu dan saya berada di posisi menengah kebawah. Selama kelas 7, entah mengapa saya bisa masuk 10 besar bahkan sampai rangking 3. Padahal waktu SD saya jarang masuk 10 besar. Kelas 8 saya menjadi murid kelas unggulan. Disitu saya mulai stres. Banyak teman-teman sekelas bilang "Ah, gue ga ngerti apa-apa" atau "Mampus gue belum belajar" tiba-tiba nilai mereka diatas 8 dan saya dibawah 8 padahal saya sudah belajar. Rangking saya anjlok sampai berada di posisi 5 dari bawah. Teman saya yang punya nasib sama juga stres selama di kelas unggulan.

Akhirnya saya dan teman saya memutuskan untuk pilih SMA yang biasa saja. Takut stres di SMA favorit (ujung-ujungnya kami di SMA favorit wkwk). Apalagi kelas unggulan. Saya engga kebayang kalau saya menjadi siswa di antara anak-anak jenius seperti waktu SMP lagi... mungkin selama SMA kami ngga bisa main, belajar terus. Engga bisa coba ekskul ini ekskul itu wkwkwk.

Saya dan teman saya adalah siswa "beruntung". Sebenarnya ada faktor lain juga. Kami belajar lebih serius juga daripada yang lain heheh. Bukan karena kami jenius atau apalah. Faktanya, banyak siswa biasa yang stres di SMA yang rata-rata siswanya "jenius". Saya engga kebayang kalau ada siswa yang sebenarnya engga tembus sekolah favorit tetapi coba cara belakang *you know what i mean*. Mungkin dia akan lebih tersiksa. Apalagi jika diteruskan sampai PTN *naudzubillah* tapi lewat cara lain : joki. Dunia kampus dan sekolah engga sama loh. Menurut saya sih mending ga usah joki. Jujur sama diri sendiri aja deh. Toh kalau emang engga dapet mungkin engga ditakdirkan untuk jadi mahasiswa stres disana (?)

Seseorang mengatakan "Anak UI, ITB, sama UGM wawasannya luas, suka debat sama dosen, suka muncul di diskusi mana-mana. Kalau engga pinter mending ga usah masuk situ."

Jadi, tolong jangan joki. Kalau joki terus diterima, nanti malah stres di kampus. Bisa fatal.

Maaf kalo tulisan ini agak membingungkan, hehehe.